animasi-bergerak-selamat-datang-0135

Kamis, 11 April 2019

Beberapa Contoh Kasus UUITE

Beberapa Contoh Kasus UUITE

 

Dijaman era teknologi ini tidak cuma tentang berkembangnya jaman saja melaninkan kejahatan-kejahatanpun bayak terjadi di dunia Internet, di Indonesiapun sekarang banyak kasus kejahatan di dunia Internet yang berpotensi melanggar aturan dalan UUITE.

Berikut beberapa contoh-contoh kasus dari beberapa pasal-pasal dalam UUITE :

1.              Pasal 26 ayat 1

Kamu tentu pernah melakukan screenshot atas obrolan di aplikasi pesan WhatsApp, Line, atau di aplikasi media sosial macam Instagram dan Facebook. Hati-hati jika kamu hendak menyebarluaskan screenshot percakapan, karena apa yang kamu lakukan berpotensi melanggar aturan yang berlaku di Indonesia.
Melanggar atau tidak melanggarnya di sini tergantung dari isi pesan pada screenshot tersebut. Jika screenshot itu mengandung data pribadi seseorang, maka si penyebar berpotensi melanggar pasal 26 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No. 19/2016 tentang Perubahan atas UU No. 11/2008 tentang ITE).
Pasal 26 ayat 1 pada UU ITE menyebutkan, "Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan, penggunaan, setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan."
Berdasarkan penjelasan di atas, Wahyudi Djafar selaku Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), menggarisbawahi hal penting bahwa menyebar isi pesan yang sifatnya personal atau mengandung data pribadi lewat media elektronik, adalah hal yang dilarang. Jika isi pesan itu disebarluaskan kepada pihak ketiga, maka harus ada persetujuan dari orang yang terlibat dalam komunikasi tersebut.

2.              Pasal 27 ayat 1
Pengaturan UU ITE tentang kesusilaan tertuang dalam Pasal 27 ayat 1, yaitu “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”.
Di dalam Pasal 27 ayat 1 UU ITE terdapat 2 unsur, yaitu unsur obyektif dan unsur subyektif.

Unsur-unsur obyektif di dalam pasal tersebut adalah:
1.              Perbuatan: mendistribusikan, mentransmisikan, dan membuat dapat diaksesnya.
2.              Melawan hukum, yaitu yang dimaksud dengan “tanpa hak”
3.             Obyeknya adalah informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

Untuk unsur subyektifnya berupa kesalahan, yaitu yang dimaksud dengan “dengan sengaja”.
Pengaturan UU ITE dalam hal kesusilaan atau pornografi, khususnya ketentuan mengenai pornografi dan sanki pidananya disinkronasikan dengan UU Pornografi.

UU ITE dan UU Pornografi pada dasarnya saling melengkapi. Pasal 27 ayat 1 UU ITE adalah melarang orang untuk mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diakses muatan yang melanggar kesusilaan. Sedangkan UU Anti Pornografi mengatur batasan pornografi yang merupakan bagian dari “hal yang melanggar kesusilaan” yang diatur dalam UU ITE. Pasal 1 butir 1 UU Pornografi mendefinisikan Pornografi sebagai “gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.” Kemudian, Pasal 44 UU Pornografi menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tindak pidana pornografi dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan denagn undang-undang tersebut.

Contoh kasus berkenaan dengan Pasal 27 ayat 1 UU ITE dapat kita lihat pada kasus berikut dengan putusan Nomor 476/PID.Sus/2013/PN.Slmn. Pada surat keputusan tersebut telah menjatuhkan putusan kepada HERMAN JOSEPH bin IE HIE SOENG yang lahir di Yogyakarta tanggal 21 Mei 1966, menyatakan terdakwa HERMAN JOSEPH bin IE HIE SOENG terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan kejahatan “dengan sengaja dan tanpa hak mentransmisikan informasi elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”.

Bukti elektronik yang disita adalah berupa 1(satu) buah CPU server; 3(tiga) buah CPU biling, No.10, 15 dan 17; 1(satu) buah CPU biling; 1(satu) buah monitor; 1(satu) buah mouse; 1(satu) buah keyboard ; 1(satu) buah switch;
Modus kejahatannya adalah saudara HERMAN JOSEPH bin IE HIE SOENG selaku pengelola warnet yang bernama BELLA NET menyediakan jasa pornografi yang menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan. Saudara HERMAN JOSEPH bin IE HIE SOENG menyimpan file-file berupa film dan gambar porno yang didapatkannya dari situs porno, sehingga user (pengguna) warnet dapat mengakses file-file yang bermuatan pornografi tersebut.
Jika kita melihat pada kasus tersebut, maka unsur “Dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan /atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan” telah terpenuhi. Berdasarkan fakta di persidangan, dan sesuai dengan keterangan saksi dan terdakwa sendiri, dan dengan adanya barang bukti yang diperoleh, maka saudara HERMAN JOSEPH bin IE HIE SOENG telah melanggar Pertama melanggar ketentuan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 45 ayat (1) yo Pasal 27 ayat (1) UU.RI.No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atau Kedua melanggar ketentuan pasal 30 yo pasal 4 ayat (2) UU.RI.No.44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, atau Ketiga melanggar pasal 282 ayat (1) dan (3) KUHP dan Majelis akan membuktikan unsur pasal 45 ayat (1) yo pasal 27 ayat (1) UU.RI.No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Eletronik, sesuai fakta yang diperoleh dipersidangan.

3.              Pasal 31 ayat 1
Mantan pemain sepak bola asal Kroasia, Vedran Muratovic (34), diringkus polisi lantaran membobol data nasabah bank dengan modus skimming. Dia diringkus bersama tiga WN Bulgaria berinsial LS (33), MVY (40) dan MIM (33). "Kami behasil ungkap pencurian uang dengan ATM palsu, artinya data diambil dari orang lain melalui alat pemindah data, sehingga ATM yang palsu ini dipakai untuk ambil uang," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Nico Afinta di Mapolda Metro Jaya, Senin (18/12/2017). Menurut Nico, kasus ini diungkap setelah pihaknya mendapat laporan dari nasabah yang merasa uang di rekeningnya berkurang secara tak wajar. Setelah melakukan penyelidikan, polisi akhirnya menangkap Vedran dan tiga rekannya di kawasan Jakarta Pusat. "Jadi data itu diambil dari luar (negeri), ada kelompok yang sediakan data dan eksekutor di sini (Indonesia), nah kami sedang dalami yang kelompok sediakan data dengan Interpol. Usai ambil data dari luar, mereka pindah ke kartu ATM kosong ini, ada alatnya dan komputernya, termasuk nomor pinnya," kata Nico. Baca juga : Pelat Mobil Dimodifikasi, Seorang Pemain Bola Klub Persija Ditilang Polisi Menurut Nico, komplotan ini sudah beraksi selama dua bulan. Mereka menggasak uang ratusan juta dari rekening para korbannya. Akibat ulahnya, mereka terancam dijerat Pasal 263 KUHP dan atau 363 KUHP dan atau Pasal 46 Jo Pasal 30 dan Pasal 47 Jo Pasal 31 Ayat (1) & (2) UU RI No 19 Tahun 2016 atas perubahan UU RI No 11 Tahun 2008 tentang ITE dan atau Pasal 3, 4, dan 5 UU RI No 8 Tahun 2010 tentang TPPU. Sementara itu, Kasubdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Aris Supriyono menambahkan, Vedran pernah bermain di klub sepak bola asal Indonesia. "Dia pernah main di Persiba tahun 2015," kata Aris. Berdasarkan data yang dilansir situs www.transfermarkt.com, Vedran juga diketahui pernah bermain di Persebaya pada tahun 2012 dan di Serawak FC pada tahun 2012 lalu.

4.              Pasal 43 ayat 6
Adlun Fiqri, seorang mahasiswa di Ternate, ia mengupload video dugaan suap yang dilakukan oleh oknum Kepolisian Resort Ternate (Polres Ternate) saat melakukan tilang kendaraan bermotor. Perbuatan yang seseungguhnya ditujukan untuk mengungkapkan dan mengkoreksi prilaku aparat penegak hukum demi kepentingan umum di respon berbeda oleh Polisi. Ia  malah mendapat penangkapan, penahanan dan penetapan tersangka oleh Polres Ternate atas dasar tindak pidana Penghinaan ,
kuat dugaan bahwa penahanan terhadap Adlun Fiqri,  mengabaikan syarat penting penahanan, (tiadanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran  tersangka untuk melarikan diri, mengulangi perbuatan dan menghilangkan barang bukti).  Seharusnya  untuk kasus Adlun Fiqri  berdasarkan Pasal 43 ayat (6) UU ITE,  penyidik melalui penuntut umum wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam. Penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri menjadi pintu untuk menguji penting atau tidaknya suatu penahanan,Tim Advokasi khawatir  bahwa ada kemungkinan polisi tidak mengikuti prosedur sebagaimana dalam ketentuan Pasal 43 ayat (6) UU ITE

5.              Pasal 45 ayat 1

Prita di laporkan oleh rs omni internasional atas tuduhan pencemaran nama baik melalui pesan elektronik. Email tersebut berisikan pengalamannya saat di rawat di unit RS tersebut.

6.              Pasal 45A ayat 1
Pasal 45A ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana paling lama enam tahun atau denda paling banyak Rp1 miliar.

"Ini pelajaran bagi masyarakat agar penggunaan media sosial dengan memberikan informasi agar bijak dan selalu mengecek kebenaran. Jangan mengandung unsur pornografi, isu SARA, berita bohong. Ujaran kebencian sudah diatur UU ITE," 

7.              Pasal 45B ayat 1
Ketua Umum Partai Perindo, Hary Tanoesoedibjo (HT) menyandang status sebagai tersangka. CEO MNC Grup ini diduga melanggar Pasal 29 nomor 11 tahun 2008 tentang Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) jo Pasal 45 B UU Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan UU ITE Nomor 11 tahun 2008. Ancaman hukumannya maksimal 4 tahun kurungan penjara atau denda paling banyak Rp 750 juta.

Kasus yang menjerat Hary Tanoe bermula setelah ia mengirimkan beberapa pesan singkat kepada Kepala Subdirektorat Penyidik Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung Yulianto. Pesan pertama pada Selasa 5 Januari 2016, sekitar pukul 16.30 WIB berbunyi:

“Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik antara lain salah satu penyebabnya mau memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional yang suka abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia dibersihkan.”

Selanjutnya pada 7 dan 9 Januari 2016 Hary Tanoe kembali mengirim pesan serupa. Hanya saja dalam pesan 7 Januari 2016 ia membubuhi kalimat tambahan di akhir pesan: “Kasihan rakyat yang miskin makin banyak, sementara negara lain berkembang dan semakin maju.”

Yulianto yang saat itu sedang menangani kasus restitusi pajak PT Mobile-8 Telecom, di mana Hary Tanoe menjadi saksi sekaligus komisaris perusahaan merasa tak nyaman. Ia menilai pesan-pesan yang dikirim Hary sebagai ancaman. Atas dasar itulah pada 28 Januari 2016, Yulianto melaporkan Hary Tanoe ke Bareskrim Polri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar